Kebiasaan Konsumsi Makanan Manis Bisa Meningkatkan Resiko Asma pada Bayi yang dilahirkan

    Kebiasaan Konsumsi Makanan Manis Bisa Meningkatkan Resiko Asma pada Bayi yang dilahirkan

    BANDUNG - Makanan dan minuman manis tidak hanya memiliki rasa yang enak, tapi juga menyegarkan. Ini yang menjadi alasan banyak orang menyukai jenis jajanan tersebut. Namun, terlalu banyak mengonsumsi makanan dan minuman manis ternyata bisa berdampak ke kesehatan

    Menurut dr. Alamsyah, Sp. Og., mengonsumsi banyak makanan manis dapat memberikan dampak negatif bagi calon bayi yang ada dalam kandungan. Hal ini dikarenakan ibu yang terlalu banyak mengonsumsi makanan dan minuman manis selama hamil memiliki risiko dua kali lipat melahirkan anak yang akan memiliki penyakit asma dan alergi terhadap hal tertentu.

    “Biasanya ini terjadi karena gula dapat menyerang sistem imun yang sedang dibangun selama bayi di dalam kandungan. Akibatnya, anak jadi lahir tanpa memiliki perlindungan terhadap satu atau beberapa hal.” jelas dokter kandungan tersebut, Senin (16/1).

    Lebih lanjut ia menjelaskan jika kebiasaan makan manis selama hamil tidak dibarengi dengan membersihkan mulut secara rutin, secara tidak langsung ini akan membahayakan calon bayi dalam kandungan.

    “Kalau ibunya terus menerus mengkonsumsi gula secara berlebih itu bisa memicu terjadinya obesitas alias kelebihan berat badan pada bayi. Hal ini juga dapat meningkatkan risiko bayi lahir besar, ” paparnya.

    Membatasi konsumsi makanan manis tidak hanya perlu dilakukan oleh ibu hamil saja. Namun, anak-anak, remaja dan dewasa usia produktif seharusnya waspada terhadap kebiasaan ini. Terlebih lagi, beberapa tahun terakhir, berbagai makanan minuman dengan tambahan topping gula, sirop ataupun kental manis yang melimpah menjadi viral dikalangan masyarakat. Seolah tak pandang usia, anak-anak, remaja hingga dewasa sangat menggemarinya. 

    Dikalangan sejumlah pemerhati publik, fenomena ini dinilai mengkhawatirkan. Pasalnya,  edukasi mengenai kandungan zat dalam makanan dan pengaruhnya terhadap tubuh juga masih minim di masyarakat. Selain itu, pemerintah pun terlihat abai dengan persoalan ini. Terkait susu kental manis misalnya. Pemerintah memang telah menerbitkan aturan mengenai label dan penggunaannya. Namun sosialisasi ketentuan tersebut terlihat minim. Maka tak heran, hingga saat ini masih ditemukan konsumsi kental manis pada balita. 

    Pengamat Kebijakan Publik, Sofie Wasiat, kurangnya edukasi dan sosialisasi mengakibatkan masih banyak masyarakat Indonesia yang salah persepsi terhadap kental manis. “Selama puluhan tahun kental manis dipahami memiliki kadar gizi yang tinggi bagi pertumbuhan anak sehingga disetarakan dengan susu sapi pada umumnya.” ujar Sofie.

    Pada kenyataannya, konsumsi kental manis saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pada anak, atau bahkan untuk dapat menggantikan ASI. Ia juga berpendapat jika itu merupakan permasalahan serius yang memang perlu untuk ditangani oleh pemerintah dan didukung oleh seluruh elemen masyarakat. 

    Edukasi kental manis harus juga diintegrasikan dengan edukasi program prioritas stunting, agar mendapatkan dukungan dari banyak pihak dan dapat dilakukan secara masif di setiap daerah oleh berbagai institusi dan lembaga. “Harapannya adalah masyarakat dapat meningkatkan literasi agar rentan terhadap strategi pemasaran yang menyesatkan persepsi dalam pemenuhan kebutuhan gizi.” jelasnya. (*)

    bandung
    Achmad Sarjono

    Achmad Sarjono

    Artikel Sebelumnya

    DPK KNPI Parungpanjang Gelar Upgrading dan...

    Artikel Berikutnya

    Youth School On Public Policy: Solusi Pengawasan...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Mengenal Lebih Dekat Koperasi
    Hendri Kampai: Indonesia Hanya Butuh Pemimpin Jujur yang Berani
    Hendri Kampai: Jika Anda Seorang Pejabat, Sebuah Renungan dari Hati ke Hati
    Hendri Kampai: Indonesia Baru, Mimpi, Harapan, dan Langkah Menuju Perubahan
    Hendri Kampai: Kualitas tulisanmu adalah kualitas dirimu

    Ikuti Kami